Thursday, December 20, 2012

KENALAN, TEMAN, SAHABAT...


Terkadang gua bingung sebenarnya apa perbedaan dari ketiga kata ini…
Apakah perbedaannya terletak pada frekuensi, pada keterbukaan, ataukah hanya berdasarkan pengakuan..
Apakah itu harus bersifat timbal balik ataukah hanya perlu dari diri kita saja..
Apakah bermasalah jika bagi kita dia adalah sahabat, 
padahal tanpa kita sadari bagi dia kita hanyalah teman atau bahkan hanya kenalan..

Tuesday, October 23, 2012



by Charlie Chaplin

SMILE though your heart is aching
SMILE even though it's breaking.
When there are clouds in the sky you'll get by.

If you SMILE through your pain and sorrow
SMILE and maybe tomorrow
You'll see the sun come shining through for you.

Light up your face with gladness,
Hide every trace of sadness.
Although a tear may be ever so near

That's the time you must keep on trying
SMILE, what's the use of crying.
You'll find that life is still worthwhile
If you just SMILE



-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Sebuah lagu lama yang entah mengapa selalu berhasil membuat gua untuk kembali tersenyum, kembali menatap dunia dengan penuh mimpi, ikut bernyanyi sambil memejamkan mata dan menghayati setiap liriknya, menarik nafas dan berkata kepada diri sendiri bahwa gua kuat...gua sanggup mengatasi ini semua...dan bahwa dunia belum berakhir...

This is MY 'Cheer-Up SONG'
and I hope this song can be your song too...

to make your world brighter again...
to make you strong...
and to make you SMILE...




Thursday, October 4, 2012

WHAT I THINK...




Konon pada suatu waktu, Tuhan memanggil tiga malaikatnya.
Sambil memperlihatkan sesuatu, Tuhan berkata,

“Ini namanya Kebahagiaan. Sangat bernilai, selalu dicari, dan senantiasa diperlukan oleh manusia. Simpanlah di suatu tempat, supaya manusia sendiri yang akan menemukannya. Jangan di tempat yang terlalu mudah, sebab nanti kebahagiaan akan disia-siakan. Tetapi jangan pula di tempat yang terlalu susah, sehingga tidak akan pernah bisa ditemukan oleh manusia. Dan yang terpenting, letakkan kebahagiaan itu di tempat yang bersih.”

Setelah mendapat perintah tersebut, turunlah ketiga malaikat itu langsung ke bumi untuk meletakkan kebahagiaan.

Tetapi di mana mereka harus meletakkannya?

Malaikat pertama lalu mengusulkan, “Letakkan di puncak gunung yang tinggi”. Namun malaikat kedua berkata, “TIDAK! Letakkan di dasar samudera yang paling dalam”.  “Atau letakkan saja di tengah gurun pasir yang sangat luas” sanggah malaikat pertama. Tapi lagi-lagi, kedua usul itu tetap dinilai kurang tepat.

Tempat demi tempat pun satu persatu dijadikan usulan, tetapi tidak ada satupun tempat yang berkenan bagi ketiga malaikat. Sampai akhirnya malaikat ketiga membisikkan usulnya, yang langsung disetujui oleh ketiga malaikat. 

Dan malam itu juga, ketika semua orang sedang tidur, ketiga malaikat itu pun meletakkan kebahagiaan di tempat yang dibisikkan tadi. Dan kebahagiaan untuk manusia tersimpan dengan rapih.

Namun rupanya tempat itu cukup sulit untuk ditemukan. Hari ke hari, tahun ke tahun, manusia terus berusaha mencari kebahagiaan yang dijanjikan oleh TUHAN. Semua ingin menemukan kebahagiaan itu. Semua ingin merasa bahagia. 

Tapi di mana mencarinya? 

Ada yang mencari kebahagiaan sambil berwisata ke gunung, ada yang mencari di pantai, ada yang mencari di tempat yang sunyi, ada pula yang mencari di keramaian. Ada yang mencari di pertokoan, di restoran, di tempat ibadah, di kolam renang, di lapangan olah raga, di bioskop, di layar televisi, di kantor, maupun di tempat-tempat lainnya. 

Ada pula yang mencari kebahagiaan dengan kerja keras, namun sebaliknya ada pula yang bermalas-malasan. Ada yang ingin merasa bahagia dengan mencari pacar, ada yang mencari gelar, ada yang menciptakan lagu, ataupun mengarang buku. 

Semua dilakukan dengan satu tujuan, yaitu menemukan kebahagiaan. Pernikahan misalnya, selalu dihubungkan dengan kebahagiaan. Semua orang seakan-akan beranggapan bahwa jika belum menikah berarti belum bahagia. Padahal siapapun juga tahu bahwa menikah tidaklah identik dengan bahagia. Begitu pula dengan kekayaan. Ya…kekayaan sering kali dihubungkan dengan kebahagiaan..

Alangkah bahagianya kalau aku punya ini ataupun itu, punya banyak uang untuk membeli semua yang kita inginkan. Tetapi kemudian hari, ketika kita sudah memilikinya, barulah kita sadar bahwa tidak pernah ada kata “CUKUP”…Kata bahwa “aku akhirnya bahagia.” 

Kita selalu ingin menemukan kebahagiaan. Namun Kebahagiaan itu diletakkan terlalu rapih oleh ketiga malaikat. Di mana mereka meletakkannya? 

Bukan di puncak gunung seperti diusulkan oleh malaikat pertama. 
Bukan di dasar samudera seperti usulan malaikat kedua. 
Bukan pula di tengah gurun yang luas. 
Melainkan di tempat yang dibisikkan oleh malaikat ketiga. 
Yaitu…..
DI HATI YANG BERSIH

Sumber: N.N. (dpt dari forward-an email seorang teman)



MY NOTE:

Sering kali kita bercuap-cuap bahwa kita ini sedang mencari kebahagiaan. Entah buat diri kita sendiri ataupun buat orang yang kita kasihi.

Ayah dan ibu kerja tak kenal waktu dengan alasan, agar anaknya dapat hidup berkecukupan dan bahagia. Tapi pernahkah sang ayah bertanya pada anaknya, apakah telah cukup yang kamu dapatkan?. Atau pernahkah sang ibu bertanya, bahagiakah kamu ketika kamu hidup dengan makmur tapi tak punya kesempatan untuk bermain dengan ibu ataupun ayah?.


Seorang anak yang beranjak dewasa kerja membanting tulang mati-matian, dengan alasan sudah waktunya aku membayar hutang budiku pada kedua orang tua, sudah waktunya aku membuat mereka bahagia. Tapi pernahkah dia bertanya pada kedua orang tuanya, apakah mereka bahagia, ketika anak mereka kerja mati-matian sampai tak ada lagi waktu buat kedua orang tuanya?. Pernahkah dia tahu, bahwa bukan uang hasil jerih payahnya yang kedua orang tuanya butuhkan. Tapi hanya sebuah senyuman, pelukan dan kebahagiaan anak itu sendirilah yang dapat membuat orang tuanya juga bahagia.

Seorang teman yang sedang mencari jati diri, berjuang sekuat tenaga untuk mendapatkan kesuksesan dan uang yang begitu melimpah. Berharap suatu saat nanti ia tidak perlu lagi susah payah. Hanya duduk ongkang-ongkang kaki dan menjadi orang paling bahagia di muka bumi ini. Tapi pernahkah ia bertanya pada dirinya sendiri, kapankah itu terjadi? Apa tolak ukurnya? Dan bagaimana ia tahu bahwa ia telah mencapai kata “cukup”?.

Dan terakhir aku….
Aku yang selalu berkata dan bermimpi bahwa tujuan hidupku hanya satu, yaitu BAHAGIA. Tapi pernahkah sebelumnya aku bertanya pada hati ku sendiri, apa itu arti BAHAGIA?. Apakah memang itu mimpiku, ataukah itu hanyalah tameng yang menutupi ketakutanku pada realita hidup?.

Tanpa kita sadari, itu semualah yang kau dan bahkan aku lakukan, berjuang dengan mengatasnamakan “pencari kebahagiaan”.
Padahal kebahagiaan itu sudah ada dan sudah kita miliki. Tak perlu lagi kita cari, yang kita perlukan hanyalah menyadari, menerima, dan menjaganya erat-erat.
Belajar untuk tidak lagi berpikir bahwa “rumput tetangga jauh lebih hijau”.
Berusaha untuk tidak lagi berpikir “lebih…lebih…dan lebih” atau bahkan “ini tidak cukup”.
Tidak lagi mengotori hati yang bersih dengan pikiran yang tak ada puasnya.
Tak lagi menggunakan kebahagiaan sebagai tameng atas ketidakmampuan kita dalam menerima kehidupan.
dan pada akhirnya berjuang untuk berseru pada dunia “AKU BAHAGIA”.

Namun mampukah aku? Sudikah aku mempertaruhkan segalanya untuk PERCAYA? 
Dan yang terpenting, beranikah aku untuk berkata “CUKUP”?