Day 2: 3 IDIOTS a.k.a SI BOLANG
 |
Foto 'SUNRISE' yang kami dapatkan |
Berencana mengabadikan moment SUNRISE di pangandaran,
membuat kami memaksakan diri untuk bangun dan bergegas pergi ke pantai timur. Padahal jelas-jelas cuaca di pagi itu sedang mendung dan sedikit hujan gerimis.. Alhasil
dong perjuangan kami bangun pagi pun hanya menghasilkan kegiatan ngopi dan
kemal kemil di pinggir pantai sambil memandang pantai yang gelap (NO SUNRISE
AT ALL…)
Sebagai penghibur hati, kami pun memutuskan untuk menyusuri pantai sambil melihat-lihat
hasil tangkapan nelayan yang baru datang melaut (salah satu keunikkan pangandaran adalah kita dapat melihat langsung barisan nelayan yang sedang bahu membahu
menarik jaring dari tengah laut beserta hasil tangkapan mereka. Bahkan jika
ingin, kita bisa langsung melakukan tawar menawar dengan nelayan tersebut untuk
mendapatkan seafood terbaik - FRESH FROM THE SEA - ).
Tak berapa jauh menyusuri pantai,
kami justru menemukan (selain tumpukan sampah yang sangat banyak…) seekor penyu
laut yang cukup besar tertangkap di jaring sekelompok nelayan…. BUT LIKE YOU
WILL EXPECT FROM INDONESIAN… Bukannya mengembalikan penyu tersebut ke laut,
para nelayan justru langsung menyembunyikannya agar tidak ketahuan oleh petugas.
Mereka beralasan jika ketahuan petugas, maka penyu tersebut akan dilepas
kembali ke laut dan mereka tidak akan mendapatkan keuntungan apapun….
“HELLOOOOOO THAT’S WHAT YOU SHOULD DO!!!
Penyu laut itu
termasuk binatang yang dilindungi….bukan untuk dijual atau dimakan…”
 |
Batu Layar Pangandaran |
 |
Batu Meja Pangandaran |
Bermaksud kembali ke
penginapan, di tengah jalan kami justru dicegat oleh seorang nelayan yang
menawarkan trip keliling pangandaran dengan tarif satu kapal 75rb. Trip
menggunakan kapal ini sebenarnya tidaklah terlalu isitimewa, sebab yang kita
dapatkan hanyalah dibawa menggunakan kapal ke lepas pantai untuk melihat batu
layar-batu meja-terumbu karang di tengah laut-serta masuk ke cagar alam bagian
timur demi melihat rusa dan monyet di pagi hari…
Namun secara tak terduga, trip yang awalnya
dinilai begitu biasa ternyata menjadi sangat luar biasa ketika bapak tukang
perahu menawarkan untuk nyemplung ke laut dan melihat langsung terumbu karang
serta ikan-ikan…
AND YOU KNOW…
- WITHOUT ANY CONSIDERATION -
WE ALL SAYS YES, USE THE LIFE JACKET, AND JUMP TO THE SEA…
CAN YOU IMAGINE THAT???
(nb: kami ini sama sekali belum
pernah snorkeling apalagi diving…)
 |
Overall… Karangnya cukup memuaskan dan ikan-ikan kecilnya not bad lah yaaaaaa…
|
 |
Gambaran perahu nelayan yang kami gunakan |
Setelah puas berenang-renang di
laut, barulah masalah dimulai… Kami bertiga harus kembali naik ke kapal dengan
cara naik ke atas kayu pelampung di samping kapal lalu meniti bamboo sepanjang
1meter… (pertama-tama coba bayangkan terlebih dahulu, kapal nelayan yang kami
gunakan adalah sebuah kapal kayu dengan dua buah pelampung di kanan kiri
kapal…pelampung ini dihubungkan dengan badan kapal menggunakan sebilah bamboo
panjang yang melengkung…).
Dede adalah percobaan pertama kami yang membuktikan
bahwa naik dari laut sampai ke dalam perahu itu ternyata adalah sebuah perkara
yang sangat sulit bahkan menghabiskan waktu lebih dari 20mnt plus keberanian
yang teramat tinggi (istilah dede bukan keberanian tapi kenekatan yang teramat
besar)
Melihat itu, secara otomatis gua
dan mei langsung sangsi kami akan dapat naik ke atas perahu (secara badan dede
itu kurus, lincah, dengan proporsi yang lebih atletis)… Melihat keragu-raguan
kami itu, bapak nelayan pun lagi-lagi mengajukan ide gilanya. “Gimana kalo adek
duduk di atas pelampung kanan dan kiri aja, nanti saya jalanin perahu ke pantainya
pelan-pelan”. Ehmmmmmm….WHAT!!!!! duduk di luar perahu di atas sebilah
pelampung yang jaraknya sekitar 1meter dari badan perahu!!! Deffinetly craziest
idea and crazy people because of… WE ACCEPT THAT… Yup, Kami menerima tawaran ide
itu. Toh dalam pikiran kami ide itu jauh lebih baik dibandingkan harus meniti
bamboo satu meter untuk masuk ke dalam perahu…
THE FREAKY CRAZY UNFORGET
TABLE EXPERIENCE…
Untungnya perjalanan gila gua dan
mei di atas pelampung perahu berjalan dengan cukup mulus, dan kami pun berhasil
sampai di salah satu sudut pantai pasir putih di dalam cagar alam bagian timur
pangandaran. Sayangnya karena badan yang lengket akibat air laut membuat kami
tidak menghabiskan waktu lama di dalam cagar alam (Cuma sempat foto-foto
sekitar 20an foto… :D )
Setelah bebersih diri (nyemplung
dulu di kolam renang hotel sebelum mandi….) dan sarapan di hotel, jalan-jalan
pun menjadi tujuan kami selanjutnya. Berencana untuk tidak terlalu banyak
belanja (JANJI: NO SHOPPING dan NO ‘OLEH-OLEH’….) menjadikan kami cuma
berencana window shopping keluar masuk toko di pinggir jalan raya
pangandaran….dan like always dong, yang namanya cewek jalan-jalan pasti ditutup
dengan kantong belanjaan (tidak perduli janji yang terucap). Contohnya gua,
bawa duit pas-pas an tidak menutup terbelinya satu buah rok panjang seharga
20rb dan kaos barong seharga 15rb… (abisnya murahhhhhhhhhhhh……..J )
 |
PANTAI PASIR PUTIH |
RENCANA selanjutnya adalah
berkunjung dan foto-foto di pantai pasir putih yang terletak di dalam cagar
alam. Berhubung judulnya juga backpacker-an dan bermodalkan pengalaman pernah
masuk ke cagar alam sebelumnya, kami 3 cewe lucu ini pun nekat ke pasir putih
via cagar alam (naik perahu jauh lebih mahal) tanpa ditemani pemandu (niatnya
biar pengeluaran murah) dengan HTM 2.000/orang.
Untuk bisa ke pantai lewat cagar
alam sebenarnya tidaklah terlalu jauh ataupun terlalu sulit. Trek menuju pantai
sangatlah jelas (tidak akan tersasar), cukup mudah dilalui, dan dikelilingi
pemandangan hutan yang indah. Hanya saja ada satu saja permasalahan besar yang menghadang, yaitu
MONYET!!!!
Yup…cagar alam pangandaran itu
dipenuhi ribuan bahkan mungkin ratusan ribu monyet yang super duper jail dan
tidak takut pada manusia. Sebenarnya untuk mengatasi permasalahan monyet ini,
kami sudah diajari oleh pemandu di trip pangandaran kami sebelumnya, cukup tunjukan
kedua telapak tangan kami kepada para monyet dan mereka pun (katanya) tidak
akan mengganggu kami. Aksi telapak tangan tersebut diperlukan untuk menunjukkan
bahwa kami tidak membawa apa-apa.
Tapi sayangnya, entah mengapa dan
entah bagaimana di tengah perjalanan tiba-tiba saja ada seekor monyet yang
menyerbu gua dan ‘ngegantol’ di kancing samping celana pendek gua….
SUMPAH..rasanya udah pengen nangis abis….mau disingkirin gimana cara, mau
didiemin juga ga mungkin….gua pun cuma bisa bertampang histeris sambil nunjuk
ke arah monyet yang dengan tenangnya tetap ‘ngegantol’. Mei dan dede bukannya
bantuin gua, malahan ikut terenyak, syok, dan beringsut mundur beberapa
langkah. Untung aja tak berapa jauh dari sana ada seorang penjaga yang langsung
berlari dan mengusir monyet tersebut.

Merasa sudah melewati kemungkinan
terburuk, kami pun dengan pe-de nya kembali melanjutkan perjalanan menuju
pantai pasir putih. Menyusuri muara sungai yang sedang surut, foto-foto di
jembatan merah, sampai dengan datangnya kembali adegan perseturuan kami dengan
monyet. Jadi tak berapa jauh dari tujuan kami, ada dua buah pohon besar yang
mengawal jalan dimana cabang dari kedua pohon tersebut menyatu di atas jalan.
Dan sialnya kami, pertemuan kedua cabang tersebut terpilih menjadi tempat
peristirahatan ribuan monyet. Otomatis kami pun berhenti terpaku dan mulai
mempertimbangkan untuk kembali pulang. Bagaimana tidak, segala scenario
terburuk mulai bermunculan, mulai dari dijatuhi ribuan monyet – dikejar-kejar –
atau bahkan dicakari dan barang-barang kami dicuri….. Akhirnya setelah berdebat
selama 5mnt lamanya (antara ketakutan pada sebuah kerajaan monyet VS pantai
pasir putih yang sudah di depan mata) kami pun memutuskan untuk mengambil jalan
yang terbaik, yaitu mundur kabur secepatnya keluar cagar alam dan naek perahu
langsung ke pasir putih (lebih baik bayar double dibanding harus menghadapi
satu pasukan monyet)……
Berhasil sampai di pantai pasir
putih dengan selamat (dengan biaya double
– > naik perahu PP 10rb/org + tiket masuk cagar alam sebelumnya
2rb/org …), membuat kami langsung bersiap memulai sesi photo shot kami… mulai
dari pose gaya dengan kacamata hitam, bergaya duduk memandang lautan, sampai dengan
momfoto wiasatawan lain (sudah mulai kehabisan gaya judulnya…)
Pantai pasir putih ini sebenarnya
tidaklah seputih dan seindah pantai-pantai pasir putih lainnya di Indonesia,
bahkan banyaknya potongan karang mati yang bertebaran di pantai maupun terbawa
ombak cukup menjadikan pantai ini sedikit berbahaya. Hal tersebut dibuktikan
oleh gua sendiri, entah karena cerobohnya gua atau memang karena sedang sial, tergores kakinya oleh potongan karang tajam
hingga berdarah kemana-mana. Untung saja, di sekitar situ terdapat banyak pohon
yang menghasilkan buah dimana getahnya menjadi obat bagi luka-luka akibat
potongan karang.
Just FOR YOUR INFO: Buah yang
dimaksud ini bentuknya bulat kira-kira sebesar kelereng dan tumbuh hampir di
sepanjang pesisir pantai pasir putih. Untuk menggunakannya sebagai obat,
pertama-tama kita harus memotong buah terlebih dahulu untuk mendapatkan getah
berwarna kuning yang terdapat di dalam buah tersebut. Getah kuning itulah yang
lalu kita oleskan pada luka akibat karang tajam atau luka yang mengeluarkan
darah sebagai bentuk pertolongan pertama. Begitu dioleskan, satu kata yang akan
muncul adalah…PERIHHHHHHHHH!!! (berdasarkan pengalaman pribadi…rasanya makin
pengen nangis, sambil guling-guling, dan langsung ngapus itu getah) namun jika
kita berhasil menahan, maka kata yang muncul selanjutunya adalah…WOW!!! Karena
tak berapa lama darah yang mengalir akan mulai berhenti.
Like the old local lady said:
“Alam
itu baik, dimana ada racun (sesuatu yang melukai)
maka
disitu pula alam akan menyediakan obatnya”

Sebagai penutup hari kedua, kami
bertiga memutuskan untuk menyewa sepeda (satu sepeda tandem untuk gua dan mei
-berhubung gua ga bisa naek sepeda- serta sebuah sepeda mungil untuk dede) dan
pergi pesta seafood kembali untuk terakhir kalinya. Namun lagi-lagi malangnya
kami, dalam perjalanan pulang kembali ke hotel, saat sedang asik-asiknya
bersepeda, kami diciprati (atau istilahnya mei: DIBANJUR…) air kubangan dari
atas kepala samapai kaki oleh sebuah mobil dengan plat nomor “H”. DAN ITU
JELAS-JELAS SENGAJA…..KARENA SAAT SUDAH DEKAT, BUKANNYA BERJALAN PELAN, MOBIL
TERSEBUT MALAH TANCAP GAS SEHINGGA AIR PUN TERCIPRAT DENGAN SUKSESNYA KE BADAN
KAMI…
WHAT A DAY….!!!
Ps: jika anda ingin membawa
makanan ke pantai pasir putih, harap extra hati-hati karena monyet disana
sangatlah jeli dan aggressive. Contoh hidupnya adalah Dede yang kala itu
membawa chiki di dalam tasnya. Sepanjang berada di pantai, dede terus diikuti
oleh seekor monyet. Padahal chiki tersebut berada di dalam tas dan tidak pernah
dikeluarkan oleh dede.
Noted: lagi-lagi kami melewatkan sunset
dikarenakan hari yang mendung…